PENERAPAN MODEL SOAL PILIHAN GANDA DALAM EVALUASI PEMBELAJARAN DRAMA


Disusun oleh:

Tolip Aliarto / S 200080011

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Evaluasi meruapakan salah satu tugas guru untuk memberikan nilai atau kegiatan mengukur kemampuan para peserta didik. Dimana hasil tersebut sudah memenuhi standar yang telah ditentukan ataukah belum. Namun dalam sebuah pengambilan nilai seorang guru tidak harus berpatokan mutlak pada pekerjaan peserta didik yang secara tertulis saja, karena dalam setiap mata pelajaran dan dalam standar komtetensi serta kompetensi dasar mempunyai capaian nilai tersendiri.

Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan criteria tertentu untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif, dimulai dari informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif. Instrumennya (alatnya) harus cukup sahih, kukuh, praktis dan jujur. Data yang dikumpulkan dari pengadministrasian instrument itu hendaklah diolah dengan tepat dan digambarkan pemakaiannya (Djamarah, 2000: 207).

Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian. (test, measurement,and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi.

Selanjutnya hasil belajar seorang siswa merupakan kemampuan yang dimiliki siswa dalam menerima pengalaman belajarnya, dan menjadi evaluasi bagi seorang guru. Seberapa kemampuan dan penguasaan materi setiap siswanya selama proses belajar mengajar di kelasnya. Tes yang diberikan oleh seorang guru juga memiliki beberapa aspek yang harus diterima oleh siswa. Salah satu tes hasil belajar tersebut, misalnya aspek kognitif. Aspek ini merupakan jenis tes yang berhubungan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi beberapa aspek pengetahuan, yaitu pengetahuan pemahaman, hafalan, komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, dan evaluasi.

Evaluasi pencapaian belajar siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru atau pengajar. Dalam makalah disini akan ditekankan pada penerapan model soal pilihan ganda dalam pengembangan hasil tes belajar kognitif. Hasil belajar yang berupa tingkat kognotif berurusan dengan kemampuan berpikir dan penalaran, maka tes yang tepat untuk seorang siswa adalah yang dapat mengungkap hasil pemikiran dan penalaran. Tujuan belajar kognitif sendiri melibatkan siswa ke dalam proses berpikir seperti mengingat, memahami, menganalisis, menghubungkan, dan memecahkan masalah.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai latar belakang di atas makalah ini akan membahas 2 permasalahan.

  1. Bagaimana penerapan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama?
  2. Bagaimana sisi positif atau negatif dalam penerapan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama?

1.3 Tujuan

Makalah ini memiliki 2 tujuan sesuai dengan perumusan masalah yang telah disusun.

  1. Menerapkan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran Drama.
  2. Mendiskripsikan sisi positif dan sisi negatif dari model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama.

1.4 Manfaat

Manfaat dalam makalah  ini, diharapkan dapat menyusun dan menerapkan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran dramadengan aspek  kognitif. Serta dapat mengetahui sisi positif dan sisi negative dalam menerapkan model soal pilihan ganda dengan menggunakan aspek kognitif.

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Beberapa makalah yang membahas tentang pengembangan tes hasil belajar kognitif. makalah yang dilakukan oleh Jumartini Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada tulisan ini dibahas tentang tingkat kemampuan hasil belajar kognitif, yang meliputi, pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensif, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Serta menggunakan cara untuk mengetahui kemampuan kognitif tersebut, yaitu dengan beberapa model tes pilihan ganda,.

Pembahasan tentang tes hasil belajar kognitif dilakukan oleh Erwitian Marya, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tulisan ini juga membahasa tentang cara mengetahui kemampuan kognitif, dengan beberapa model tes pilihan ganda, melengkapi pilihan, analisis hubungan antar hal, analisis kasus, serta melengkapi pemakaian diagram.

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Pengertian

Tes hasil belajar adalah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada murid-muridnya dalam jangka waktu tertentu (Purwanto, 1991: 33).

Kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak), menurut Bloom (dalam Sudjiono, 1996: 49-50) adalah segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Serta ada enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang rendah sampai yang tertinggi, antara lain: pengetahuan hafalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.

2.2.2 Kawasan Kognitif

Kawasan Kognitif menurut Bloom (dalam situs internet, Domain Pendidikan menurut “Benjamin Bloom” « Blognya -dhesiana-.ht) Adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang bias diukur dengan pikiran atau nalar. Kawasan ini tediri dari:

  1. 1.      Pengetahuan (Knowledge).

Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom. Seringkali disebut juga aspek ingatan. Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.

Pengetahuan ini juga digolongkan menjadi:

  1. Mengetahui secara khusus:
  2. Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal.
  3. Mengetahui fakta tertentu misalnya mengingat kembali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
  4. Mengetahui tentang cara melakukan sesuatu/proses:
  5. Mengetahui kebiasaan atau cara menyampaikan ide atau pengalaman.
  6. Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.
  7. Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian, misalnya mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.
  8. Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.
  9. Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.
  10. Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.
  11. Mengetahui prinsip dan generalisasi.
  12. Mengetahui teori dan struktur.

 

  1. 2.      Pemahaman (Comprehension)

Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat dimanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.

 

Dalam tahap pemahaman ini memiliki beberapa tingkatan yaitu:

  1. Translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah menjadi gambar, bagan atau grafik.
  2. Interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol, baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang dikatakan telah dapat menginterpretasikan suatu konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan, memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”.
  3. Ekstrapolasi yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Misalnya siswa dihadapkan rangkaian bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19. Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.

 

  1. 3.      Penerapan (application)

Penerapan adalah menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok untuk alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru.

  1. 4.      Penguraian (analysis)

Penguraian adalah menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang mendukung suatu pernyataan.

Kemampuan analisis menurut Bloom secara rinci dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

  1. 1.      Menganalisis unsur:
  2. Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan.
  3. Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa.
  4. Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif.
  5. Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok.
  6. Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya.
  1. 2.      Menganalisis hubungan:
  2. Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide.
  3. Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan.
  4. Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya.
  5. Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada.
  6. Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak.
  7. Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen.
  8. Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis.
  9. 3.      Menganalisis prinsip-prinsip organisasi:
  10. Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat.
  11. Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya.
  12. Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya.
  13. Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda.
  1. 5.      Memadukan (Synthesis).

Adalah menggabungkan, meramu, atau merangkai beberapa informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Ciri dari kemampuan ini adalah kemampuan berfikir induktif. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru.

  1. 6.      Penilaian (Evaluation).

Adalah mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat-tak bermanfaat berdasarkan kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif.

Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu :

  1. Pembenaran berdasarkan kriteria internal, yang dilakukan dengan memperhatikan konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur-unsur yang ada di dalam objek yang diamati.
  2. 2.      Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal, yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang bersumber di luar objek yang diamati. Misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi umum atau kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.

2.2.3   Unsur-unsur Drama

Mengenal unsur intristik drama tidak hanya penting bagi orang ingin mengarang drama, tetapi juga bagi pemain drama dan sutradara. Naskah drama merupakan titik tolak suatu pementasan. Itulah hal yang mendorong pemain dan sutradara sangat berkepentingan menangkap kandungan unsur intristik drama.

Naskah drama biasanya mengandung beberapa unsur penting, seperti pelaku (tokoh), karakter, tema yang ditampilkan dengan media dialog, plot (alur cerita) yang di dalamnya terkandung konflik yang membangun respon emosional penonton, keterangan lakuan (acting / leramagung) dan keterangan latar (Setyorini, 2008: 14).

Sebelum menulis naskah drama, perlu dipahami struktur yang membangun naskah drama. Struktur naskah drama dalam Suwandi (2007: 21) itu meliputi:

a. Plot/alur

Plot atau alur adalah jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh atau lebih yang saling berlawanan.

b. Penokohan dan perwatakan

Penokohan erat hubungannya dengan perwatakan. Penokohan merupakan susunan tokoh-tokoh yang berperan dalam drama. Selanjutnya, tokoh-tokoh itu dijelaskan keadaan fisik dan psikisnya sehingga akan memiliki watak atau karakter yang berbeda-beda.

c. Dialog (percakapan)

Ciri khas naskah drama adalah naskah itu berbentuk percakapan atau dialog. Dialog dalam naskah drama menggunakan ragam bahasa yang komunikatif sebagai tiruan bahasa sehari-hari bukan ragam bahasa tulis.

d. Setting (tempat, waktu dan suasana)

Setting (latar cerita) adalah penggambaran waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita.

e. Tema (dasar cerita)

Tema merupakan gagasan pokok yang mendasari sebuah cerita dalam drama.Tema dikembangkan melalui alur dramatik dalam plot melalui tokoh-tokoh antagonis dan protagonis dengan perwatakan yang berlawanan sehingga memungkinkan munculnya konflik di antara keduanya.

f. Amanat atau pesan pengarang

Sadar atau tidak sadar pengarang naskah drama pasti menyampaikan sebuah pesan tertentu dalam karyanya. Pesan itu dapat tersirat dan tersurat. Pembaca yang jeli akan mampu mencari pesan yang terkandung dalam naskah drama. Pesan dapat disampaikan melalui percakapan antartokoh atau perilaku setiap tokoh.

g. Petunjuk teknis/teks samping

Dalam naskah drama diperlukan petunjuk teknis atau teks samping yang sangat diperlukan apabila naskah drama itu akan dipentaskan. Petunjuk samping itu berguna untuk petunjuk teknis tokoh, waktu, suasana, pentas, suara, musik, keluar masuk tokoh, keras lemahnya dialog, warna suara, dan sebagainya.

BAB III

WUJUD INSTRUMEN

3.1 Contoh soal tingkat kemampuan kognitif

  1. 1.      Contoh Soal pengetahuan

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Salah satu struktur dalam sebuah naskah drama adalah …
  2. Plot atau alur
  3. Setting
  4. Penokohan
  5. Tema
  1.  Ciri khas dalam sebuah naskah drama adalah…
  2. Berbentuk bait
  3. Berbentuk dialog
  4. Berbentuk paragrap
  5. Berbentuk narasi
  1. 2.      Contoh soal pemahaman

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Di bawah ini yang merupakan arti dari setting adalah…
  2. jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh atau lebih yang saling berlawanan
  3. susunan tokoh-tokoh yang berperan dalam drama.
  4. penggambaran waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita.
  5. gagasan pokok yang mendasari sebuah cerita dalam drama
  1. 3.   Contoh soal penerapan

 

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Seorang pemeran drama saat di panggung lupa dengan dialognya, yang harus ia lakukan adalah…
  2. Diam
  3. Meninggalkan panggung
  4. Improvisasi
  5. Menangis
  1. Jika kalian seorang pemeran drama, yang harus dikuasai adalah…
  2. Menguasai penataan panggung
  3. Menguasai karakternya
  4. Menguasai kostum yang digunakan
  5. Menguasai ilustrasi
  1. 4.      Contoh soal analisis

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara member tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Koswara          : Sejak aku pulang tadi malam tak sedikit pun engkau gembira.

Rini                    : Engkau dan aku tentu saja berbeda. Di sini dalam serba kekurangan. Di sana  dalam sorga kenangan berjalan-jalan di bawah rembulan ….

Koswara          : Sejak Nona Zahra di sini tak habis-habisnya engkau menyindir   aku.

Rini                    : Katakan saja, “pucuk dicinta ulam tiba” (tertawa mengejek). Tidakkah engkau gembira bertemu lagi dengan nona yang manis itu? Dan sekali ini, tidak disertai pula! Tentu banyak yang kaucurahkan kepadanya.

Koswara             : Kenalanku perempuan ada beberapa orang dulu. Tidak pernah engkau cemburu sekeras itu!

Rini                   : Sikapmu pada yang lain itu berbeda.

Sikap Rini yang tampak dalam adegan penggalan drama tersebut adalah ….

a. tidak gembira                      c. pencemburu

b. suka menyindir                    d. suka mengejek

7. Hendra : Terima kasih, Dik.

Erwin   : Sebenarnya, sudah lama aku ingin mengajakmu ke kota, tapi mengingat ibuku

masih sakit, ya, kutunda sampai hari ini.

Hendra : Ya, itulah Dik, makanya, aku belum mau melangkah ke luar kota. Sekarang    ibuku sudah sehat dan sudah mulai bekerja lagi. Kapan kita berangkat?

Erwin  : Seminggu lagi? Bagaimana?

Hendra : Baiklah aku nanti minta izin kepada ibuku dulu.

Isi penggalan drama di atas adalah ….

a. Ibu Hendra sedang sakit dan Hendra harus menunggu

b. Erwin ingin mengajak Hendra ke kota

c. Hendra merasa kecewa karena ibunya sakit

d. Erwin menengok Hendra karena ibunya sakit

  1. 5.      Contoh soal sintesis

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara member tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Mampu memainkan peran. Dapat mengetahui watak pelaku yang harus dibawakan. Hal tersebut merupakan tugas dari seorang…
  2. Sutradara
  3. Actor
  4. Penonton
  5. Penaata panggung
  1. 6.      Contoh soal kemampuan evaluasi

Pilihlah salah satu jawaban yang tepat dengan cara member tanda silang (X) pada salah satu huruf di lembar jawaban!

  1. Karya sastra yang mempertimbangkan sifat atau budi pekerti manusia dengan gerak dan percakapan yang dipentaskan, adalah …
  2. Cerpen
  3. Novel
  4. Puisi
  5. drama

 

 

3.2  Deskripsi Hasil

Hasil dari wujud instrument tentang ‘Penerapan Model Soal Pilihan Ganda dalam Evaluasi Pembelajaran Drama’ dengan menggunakan aspek kognitif, dalam makalah ini di sajikan atau diberikan contoh soal berjumlah Sembilan. Jumlah Sembilan soal tersebut sudah mencakup enam tingkatan dari aspek kognitif. Dimulai dari contoh soal pengetahuan ( dua soal), contoh soal pemahaman ( satu soal), contoh soal penerapan ( dua soal), contoh soal analisis ( dua soal), contoh soal sintesis ( satu soal), contoh soal evaluasi ( satu soal).

Penerapan pada contoh soal tentang pengetahuan siswa di tuntut untuk bisa mengetahui tentang pengetahuan drama, dari contoh soal tersebut siswa harus mampu mengetahui struktur drama dan cirri-ciri drama. Penerapan contoh soal yang kedua, yaitu tentang  pemahaman. Di sini siswa dituntut untuk memahami arti dari masing-masing struktur dalam sebuah drama. Penerapan yang ketiga, yaitu tentang penerapan. Di sini siswa dituntut untuk mengetahui tugas-tugas seorang pemeran drama. Misalnya, dalam penerapan contoh tersebut siswa harus bisa mengetahui tugas seorang pemeran drama saat di panggung lupa akan dialognya, yaitu dengan melakukan improvisasi. Selanjutnya, siswa dituntut untuk bisa mengetahui tugas seorang pemeran drama, yaitu harus mengetahui karakter masing-masing yang dibawakan seorang pemeran. Penerapan yang keempat, yaitu analisis. Di sini siswa dituntut untuk bisa menganalisis karakter atau sifat tokoh yang ada dalam teks drama, serta harus bisa menganalisis isi dalam sebuah naskah drama yang telah disajikan. Penerapan yang kelima, yaitu sintesis. Di sini siswa dituntut bisa menemukan jawaban dari ilustrasi yang ada. Penerapan yang terakhir, yaitu evaluasi. Dalam penerapan contoh di atas siswa harus bisa memahami soal, sebagai evaluasi materi yang dikuasainya. Misalnya, dalam contoh soal disuguhkan sebuah defines, seorang siswa harus mengetahui arti definisi tersebut, untuk menemukan pilihan-pilihan yang telah ditentukan.

 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

 

Pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom. Seringkali disebut juga aspek ingatan. Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah-istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.

Kemampuan pemahaman umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat dimanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain.

Penerapan adalah menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok untuk alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru.

Penguraian adalah menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang mendukung suatu pernyataan.

Adalah mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat-tak bermanfaat berdasarkan kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif.

Memadukan Adalah menggabungkan, meramu, atau merangkai beberapa informasi menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Ciri dari kemampuan ini adalah kemampuan berfikir induktif. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru.

Evaluasi Adalah mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau bermanfaat-tak bermanfaat berdasarkan kriteria tertentu baik kualitatif maupun kuantitatif.

Dari teori di atas, dalam penerapan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama, ada beberapa keunggulan dan kelemahan atau sisi positif dan sisi negatifnya. Keunggulan dan kelemahan tersebut dapat dilihat dari penerapan soal yang telah dibuat.

Keunggulan dari model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama adalah dapat mengukur segala level tujuan. Menuntut kerja responden secara minimal. Penskoran objektif. Dapat dikonstruksi sesuai kemampuan responden. memungkinkan dilakukan analisis butir. Tingkat kesulitan dapat dikendalikan. Umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan.

Kelemahan atau sisi negative dari model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama adalah, pembuatan sulit dan memakan waktu banyak dan tenaga. Cenderung mengukur aspek ingatan. Kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan.

Selanjutnya dari teori tersebut, dengan enam tingkatan dalam aspek kognitif ada salah satu kemungkinan yang kurang tepat untuk digunakan dalam penerapan model soal berbentuk pilihan ganda. Tingkatan tersebut adalah penerapan atau application. Pengetahuan aplikasi ini lebih tepat dan lebih mudah diukur dengan tes esai yang berbentuk uraian (essay test) daripada dengan tes objektif atau pilihan ganda. Karena dalam pembahasan di sini berupa pembelajaran drama, selain dengan tes esai dalam pengetahuan penerapan ini, akan lebih tepat lagi dengan model praktek. Di sini siswa yang dituntut untuk memerankan sebuah drama akan lebih memahami dan mendalami dalam model penerapan atau application.

 

BAB V

SIMPULAN

 

Berdasarkan pembahasan di atas, yaitu penerapan model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama dapat ditarik beberapa kesimpulan.

  1. Hasil dari wujud instrument tentang ‘Penerapan Model Soal Pilihan Ganda dalam Evaluasi Pembelajaran Drama’ dengan menggunakan aspek kognitif, dalam pembahasan ini di sajikan contoh soal berjumlah Sembilan. Jumlah Sembilan soal tersebut sudah mencakup enam tingkatan dari aspek kognitif. Dimulai dari contoh soal pengetahuan ( dua soal), contoh soal pemahaman ( satu soal), contoh soal penerapan ( dua soal), contoh soal analisis ( dua soal), contoh soal sintesis ( satu soal), contoh soal evaluasi ( satu soal).
  2. Keunggulan dari model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama adalah dapat mengukur segala level tujuan. Menuntut kerja responden secara minimal. Penskoran objektif. Dapat dikonstruksi sesuai kemampuan responden. memungkinkan dilakukan analisis butir. Tingkat kesulitan dapat dikendalikan. Umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan. Kelemahan atau sisi negative dari model soal pilihan ganda dalam evaluasi pembelajaran drama adalah, pembuatan sulit dan memakan waktu banyak dan tenaga. Cenderung mengukur aspek ingatan. Kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Djemari, Mardapi.2008. Teknik penyusunan instrumen tes dan non tes. Yogyakarta: Mitra cendekia.

Purwanto, Ngalim. 1994. Prinsip-prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Setyorini. 2008. Bahasa Indonesia. Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

Sudjiono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Suwandi, Sarwiji. 2007. Bahasa Kebanggaanku. Untuk Kelas VIII.  Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional

www. Domain Pendidikan menurut “Benjamin Bloom” « Blognya -dhesiana-.htm.

PROPOSAL TESIS ESTETIKA RESEPSI


JUDUL : ESTETIKA RESEPSI DALAM FILM LASKAR PELANGI DAN SANG PEMIMPI KARYA ANDREA HIRATA

A. Latar Belakang Masalah
Tanpa kreativitas, karya sastra yang diciptakan pengarang tidak mungkin menempati perhatian pembaca. Kreativitas di¬tandai dengan adanya penemuan baru dalam proses penceritaan. Bagaimana seorang pengarang memanfaatkan semua unsur-unsur sastra bersama pengalaman serta imajinasinya, menjadi sebuah rangkaian yang menarik dan estetik, tentunya melalui permenungan atau kontemplasi. Selanjutnya karya sastra tersebut menjadi sebuah karya yang bernilai setelah melalui pembacaan oleh para pembaca atau penikmat, atau sebaliknya karya sastra tersebut bisa saja dianggap tidak bernilai oleh seorang pembaca, karena setiap pembaca memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda-beda.
Karya sastra sebagai objek penilaian merupakan sebuah cermin bagi setiap masyarakat pembaca. Pengalaman, pengetahuan serta lingkungan sosial salah satu pembeda nilai atau tanggapan. Bahkan lingkungan sosial yang sama pun juga bisa berbeda pendapat, disebabkan oleh perbedaan tingkat pengalaman dan pengetahuannya. Karya sastra sendiri merupakan karya seni yang memiliki banyak makna, di mana makna yang akan muncul tergantung siapa orang atau penikmat karya sastra itu sendiri. Menurut Pradopo (2007: 106) karya sastra merupakan artefak, benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca. Selanjutnya faktor pembaca manjadi penting sebagai pemberi makna.
Dilanjutkan oleh Pradopo (2007: 108) karya sastra adalah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Semuanya itu tercermin dalam karya sastranya. Akan tetapi, karya sastra juga tidak akan mempunyai makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya.
Karya sastra itu sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra itu ditujukan kepada pembaca, bagi kepentingan masyarakat pembaca. Di samping itu, pembacalah yang menentukan makna dan nilai karya sastra. Karya sastra itu tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai (Pradopo, 2007: 207). Dengan demikian, karya sastra sebagai objek menjadi salah satu pemuncul karakter bagi setiap pembaca. Namun, bagaimanapun juga karya sastra mempunyai dua nilai tanggapan, yaitu baik dan buruk. Nilai baik disini masih beragam sudut pandang, dari sudut mana pembaca tersebut menilai, dan tentunya juga dipengaruhi oleh latar belakang pembaca sendiri. Karya sastra itu buruk juga karena pembaca mempunyai berbagai pandangan dan latar belakang masing-masing.
Setiap pembaca karya sastra akan memberikan resepsi yang berbeda dengan pembaca lainnya. Oleh karena itu, sebuah karya sastra tidak selalu mendapat perhatian yang sama dari setiap pembaca. Mereka mempunyai tujuan masing-masing dalam pembacaan sebuah karya sastra. Salah satu contoh, karya sastra hanya sebagai media hiburan saja, tanpa memberikan pemaknaan yang mendalam. Sebaliknya, ada pembaca yang benar-benar memperhatikan isi dari sebuah karya sastra untuk diambil pelajaran atau hikmah dan manfaatnya. Atau, pembaca pada masa sekarang akan berbeda dengan pembaca pada generasi berikutnya dalam memberikan makna terhadap sebuah karya sastra.
Masalah tersebut yang dinamakan cakrawala harapan. Cakrawala harapan ialah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2007: 207). Tiap pembaca mempunyai wujud sebuah karya sastra sebelum ia membaca sebuah karya sastra. Dalam arti, seorang pembaca itu mempunyai konsep atau pengertian tertentu mengenai sebuah karya sastra, baik sajak, cerpen, maupun novel. Seorang pembaca itu “mengharapkan” bahwa karya sastra yang dibaca itu sesuai dengan pengertian sastra yang dimilikinya. Dilanjutkan oleh Segers (dalam Pradopo, 2007: 208) bahwa cakrawala harapan itu ditentukan oleh tiga criteria: pertama, ditentukan oleh norma-norma yang terpancar dari teks-teks yang telah dibaca oleh pembaca; kedua, ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya; ketiga, pertentangan antara fisik dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk memahami, baik dalam horizon “sempit” dari harapan-harapan sastra maupun dalam horizon “luas” dari pengetahuannya tentang kehidupan.
Karya sastra diciptakan oleh pengarang tentunya juga mempunyai orientasi sendiri-sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Abrams (dalam Pradopo, 2007: 206) bahwa pada dasarnya orientasi terhadap karya sastra itu ada empat macam. Pertama, karya sastra itu merupakan tiruan alam atau penggambaran alam; kedua, karya sastra itu merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu pada pembacanya; ketiga, karya sastra merupakan pancaran perasaan, pikiran, ataupun pengalaman sastrawan; dan keempat, karya sastra itu merupakan sesuatu yang otonom, mandiri, lepas dari alam sekelilingnya, pembaca maupun pengarangnya.
Orientasi-orientasi tersebut bagi kalangan pembaca atau penikmat karya sastra tidak begitu diperhatikan, meskipun tanpa disadari semua orientasi itu melekat pada tubuh karya sastra. Kemungkinan juga pada diri seorang sastrawan, dalam melakukan sebuah penciptaan karya sastra tidak memandang semua orientasi tersebut, tetapi bagaimana pun juga seorang pengarang akan melakukan salah satu dari orientasi tersebut dengan tanpa disadarinya.
Bagi para pembaca hal yang sangat penting dalam pembacaan sebuah karya sastra, salah satunya, adalah apakah karya sastra tersebut cocok dengan perasaannya atau sesuai dengan pengalaman-pengalaman hidup yang pernah dialaminya. Selanjutnya, apakah cerita tersebut penuh dengan pembaruan-pembaruan yang menarik ataukah tidak, serta mempunyai hikmah yang dapat diambil dari karya sastra itu. Apabila karya sastra itu mempunyai daya tarik seperti hal di atas, bagi para pembaca dalam sebuah kurun waktu, maka sastra tersebut bisa dikatakan sebagai karya sastra yang monumental. Kemudian, karya sastra itu menjadi bahan perbincangan para pembaca, dengan memunculkan berbagai sudut pandang, baik agama, politik, maupun budaya. Perbincangan itu merupakan tanggapan-tanggapan atau resepsi yang perlu dikupas dalam kurun waktu atau periode tertentu. Seberapa besar tanggapan atau resepsi pembaca terhadap sebuah karya sastra yang baru muncul, serta hal-hal atau kritik di bidang apa saja yang muncul dan mendominasi dari karya sastra tersebut.
Sebuah karya sastra yang monumental merupakan bahan pembicaraan yang sangat menarik. Setiap pembaca tentunya mempunyai tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi sendiri terhadap karya sastra tersebut, dari sudut pandang mana pembaca mempunyai ketertarikan terhadap sebuah karya sastra. Sebagai salah satu contoh yaitu karya sastra tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. sebagai karya sastra yang monumental, tentunya banyak resepsi atau tanggapan dari masyarakat pembaca, dalam berbagai bentuk resepsi. Seperti yang dinyatakan oleh Jan Van Luxemburg et al (dalam Suroso, 2008: 115) bahwa ada sembilan sumber terpenting dari bentuk resepsi para pembaca, yaitu 1) laporan resepsi dari pembaca nonprofessional: catatan dalam buku catatan harian, catatan di pinggir buku, laporan dalam autobiografi; 2) laporan professional; 3) terjemahan dan saduran; 4) saduran di dalam sebuah medium lain; misalnya film atau sinetron yang berdasarkan sebuah novel atau cerpen; 5) resepsi produktif: unsur-unsur dari sebuah karya sastra diolah dalam sebuah karya baru; 6) resensi; 7) pengolahan dalam buku-buku sejarah sastra, ensiklopedi; 8) dimuatnya sebuah fragmen dalam sebuah bunga rampai, buku teks untuk sekolah, daftar bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa; dan 9) laporan mengenai angket, penelitian sosiologis dan psikologis.
Dari tanggapan atau resepsi tersebut perlu adanya pengumpulan, dan selanjutnya tanggapan atau resepsi apa yang lebih dominan dari seorang pembaca (pada periode sekarang). Selanjutnya tanggapan dalam aspek apa masyarakat pembaca menilai karya sastra tersebut, yang kemudian diambil sebuah simpulan. Berbagai penilaian terhadap karya sastra tersebut yang selanjutnya akan tampak bentuk makna secara kolektif, khususnya pada periode sekarang. Seperti yang dinyatakan oleh Ratna (2007: 209) bahwa, karya sastra, baik sebagai manifestasi individual maupun komunal, seperti periode, jelas mengandung relevansi historis, sosiologis, meskipun bukan dalam pengertian sejarah, sosiologi, dan ekonomi yang sesungguhnya. Serta, makna merupakan proses konkretisasi secara terus menerus, makna tidak diberikan secara objektif, tetapi oleh pembaca sesuai dengan lingkungan sosialnya.
Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berjudul Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov, merupakan karya sastra yang perlu diperbincangkan. Dalam penelitian ini akan dipusatkan pada tanggapan atau resepsi pembaca dari karya Andrea Hirata, yaitu tetralogi Laskar Pelangi.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang akan diambil dalam tetralogi Laskar Pelangi.
1. Bagaimana resepsi pembaca dalam tetralogi Laskar Pelangi?
2. Bagaimana simpulan Resepsi dalam tetralogi Laskar Pelangi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Pengangkatan permasalahan-permasalahan tersebut mempunyai maksud.
1. Mendiskripsikan resepsi pembaca dalam novel karya Andrea Hirata dalam tetralogi Laskar Pelangi.
2. Mengungkap Estetika Resepsi dalam novel karya Andrea Hirata dalam tetralogi Laskar Pelangi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap semua permasalahan yang dimaksud, dalam tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
1. Manfaat teoritis
a. Member sumbangan yang bermakna bagi perkembangan studi kritik sastra di Indonesia, khususnya program pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
b. Mengisi kekurangan pengkajian terhaap karya sastra di Indonesia.
c. Bermanfaat bagi kepustakaan studi sastra, terutama untuk bahan pendalaman kritik sastra.
2. Manfaat praktis
a. Dapat mengungkap makna novel tetralogi Laskar pelangi karya Andrea Hirata.
b. Dapat memperkaya khasanah pengetahuan tentang novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

E. Tinjauan Pustaka
Beberapa kajian yang membahas tentang estetika resepsi. Penelitian estetika resepsi pada karya sastra modern. Dalam bukunya Pradopo, H.B. Jassin menilai sajak-sajak Chairil Anwar. Bahwa, sajak Chairil Anwar secara judicial ekspresif, dengan criteria estetik dan ekstra estetik. Dikatakan sajak-sajaknya revolusioner bentuk dan isi, meledak-ledak, melambung ke tinggian menggamangkan dan menerjun ke kedalaman menghimpit mengerikan. Selanjutnya tanggapan dari golongan sastrawan atau kritikus Lekra yang berpaham “Seni untuk rakyat”, mengemukakan corak revolusi kesusastraan Chairil Anwar tidak mengenai isi, hanya mengenai bentuk. Ia menolak pandangan hidup Chairil Anwar, tetapi mengakui bentuk sastra baru.
Selanjutnya Sutan Takdir Alisjahbana menanggapi dan member penilaian kepada sajak Chairil Anwar, namun pandangannya dapat dianggap mewakili suara Angkatan Pujangga Baru. Tanggapan tampak dalam artikelnya “Penilaian Chairil Anwar Kembali”. Ia menilai bahwa Chairil Anwar membawa suasana, gaya, ritme, tempo, nafas, kepekatan, dan kelincahan yang baru kepada sastra Indonesia.
Penelitian lain tentang tinjauan rsesepsi sastra beberapa sajak Chairil Anwar. Tanggapan redaktur majalah Panji Pustaka adalah tanggapan negative berdasarkan criteria penilaian pragmatic bersifat politis-propagandis, menyatakan sajak-sajak Chairil Anwar individualistis, kebarat-baratan, tidak sesuai dengan adat ketimuran, tidak mempergunakan kiasan-kiasan berdasarkan kebiasaan sastra Indonesia lama.

F. Kajian Teori
2.2.1 Estetika Resepsi
Estetika resepsi atau estetika tanggapan adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra. Dalam Fananie (2000: 76) menyebutkan bahwa, kualitas sastra dari sudut pandang estetik apabila di dalamnya terpenuhi; pertama, keutuhan, keharmonisan antara unsure-unsurnya. Kedua, tegangan dari bangunan konfliks yang memunculkan variable yang terus berubah di kalangan pembaca. Ketiga, nilai kegunaan yang memunculkan kegemilangan.
Cakrawala harapan (Pradopo, 2007: 207) ialah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra. Tiap pembaca mempunyai wujud sebuah karya sastra sebelum ia membaca sebuah karya sastra. Dalam arti, seorang pembaca itu mempunyai konsep atau pengertian tertentu mengenai sebuah karya sastra, baik sajak, cerpen, maupun novel. Seorang pembaca itu “mengharapkan” bahwa karya sastra yang dibaca itu sesuai dengan pengertian sastra yang dimilikinya.
Segers (dalam Pradopo, 2007: 208) bahwa cakrawala harapan itu ditentukan oleh tiga criteria; pertama, ditentukan oleh norma-norma yang terpancar dari teks-teks yang telah dibaca oleh pembaca; kedua, ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya; ketiga, pertentangan antara fisik dan kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk memahami, baik dalam horizon “sempit” dari harapan-harapan sastra maupun dalam horizon “luas” dari pengetahuannya tentang kehidupan.
2.2.2 Penerapan Estetika Resepsi
Dalam penelitian karya sastra berdasarkan metode estetika resepsi, sesungguhnya dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara sinkronik dan diakronik.
Sinkronik ialah cara penelitian resepsi terhadap sebuah karya sastra dalam satu masa atau periode. Jadi, di sini yang diteliti itu resepsi atau tanggapan pembaca dalam kurun waktu. Namun, harus diingat bahwa dalam satu kurun waktu itu biasanya ada norma-norma yang sama dalam memahami karya sastra. Akan tetapi, karena tiap-tiap orang itu mempunyai cakrawala harapan sendiri, berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, bahkan juga ideologinya, maka mereka akan menanggapi sebuah karya sastra secara berbeda-beda. Misalnya saja, tanggapan pembaca yang berpaham “seni untuk seni” akan berbeda dengan tanggapan pembaca yang berpaham “seni untuk masyarakat”.
Penilaian ssecara diakronis, yaitu dengan mengumpulkan tanggapan-tanggapan pembaca-pembaca ahli sebagai wakil-wakil pembaca dari tiap-tiap periode. Misalnya saja, bila orang akan meneliti konkretisasi dan nilai sajak karya Chairil Anwar, maka dapat diteliti bagaimana resepsi pembaca semasa karya itu terbit, kemudian diteliti resepsi-resepsi pada periode-periode selanjutnya, dan resepsi pada periode sekarang ini terhadap karya-karya tersebut (Pradopo, 2007: 210-211).
Dalam ilmu sastra telah dikembangkan berbagai pendekatan untuk masalah ini. Satu diantaranya bersifat eksperimental: teks tertentu disajikan kepada pembaca tertentu, baik secara individual maupun secara kelompok, agar mereka memberi tanggapan yang kemudian dianalisis dari segi tertentu (Teeuw, 1984: 208).
Sartre (dalam Eagleton, 2007: 119) menerangkan fakta ‘eternal’ mengenainya, sebuah hal yang bersifat kebetulan tentang kajian buku dan penjualan di toko buku. Resepsi karya adalah dimensi yang membangun karya itu sendiri. Setiap teks sastra dibangun dari sebuah pemahaman tentang pembaca potensialnya, mencakup bayangan tentang untuk siapa karya itu ditulis: setiap karya menyusun kode di dalam dirinya tentang apa yang disebut Iser ‘pembaca yang tersirat’, mengindikasikan dalam setiap gerakannya jenis ‘penerima tuturan’ yang diantisipasi olehnya.
G. Kerangka berpikir
H. Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian yang akan mengungkap karya sastra bergenre novel karya Andrea Hirata. Novel dalam tetralogi Laskar Pelangi tersebut diantaranya, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
3.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini juga menggunakan pendekatan prakmatis. Pendekatan yang memberikan perhatian utama terhadap pembaca dan mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya (Ratna, 2007: 71-72).

3.3 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah berupa teks, dari sebuah karya sastra tetralogi Laskar Pelangi karya Andre Hirata. Sumber data diambil dari sebuah buku (novel) tetralogi karya Andrea Hirata. novel pertama berjudul Laskar Pelangi, dengan tebal 529 halaman. terbitan Bentang Pustaka, Yogyakarta, tahun 2005. Novel kedua berjudul Sang Pemimpi, dengan tebal 292 halaman, terbitan Bentang Pustaka, tahun 2006. Novel ketiga berjudul Edensor, dengan tebal 290 halaman, terbitan Bentang Pustaka, Yogyakarta, tahun 2007. Novel keempat berjudul Maryamah Karpov, terbitan Bentang Pustaka, tahun 2008.
3.4 Teknik Penentuan Subjek.
Subjek penelitian ini adalah teks cerita yang terdapat dalam novel tetralogi Laskar Pelangi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov) karya Andrea Hirata.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak dan catat.
3.6 Teknik Analisis Data
Cara kerja metode analisis menggunakan analisis resepsi, yaitu yang didasarkan pada tanggapan atau resepsi pembaca terhadap karya sastra. Analisis ini juga menggunakan metode kualitatif, yang secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi (Ratna, 2007: 46).

DAFTAR PUSTAKA

Eagleton, Terry. 2007. Teori Sastra. Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.
Esten, Mursal. 1978. Kesusastraan : Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa
Fananie, Zainuddin. 2000. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Teeuw.A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.

LAMPIRAN

SINOPSIS LASKAR PELANGI
Cerita terjadi di desa Gantung, Belitung Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah kecil itu.
Dari sanalah dimulai cerita mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan, perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah.
Mereka, Laskar Pelangi, nama yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi pun sempat mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota sepuluh Laskar Pelangi ini.

SINOPSIS SANG PEMIMPI
Dalam Sang Pemimpi, Andrea bercerita tentang kehidupan ketika masa-masa SMA. Tiga tokoh utamanya adalah Ikal, Arai dan si kuda. Arai-saudara jauh yang yatim piatu yang di sebut sempei keramat karena anggota keluarga terakhir yang masih hidup dan akhirnya menjadi saudara angkat dan Jimbron-seorang yatim piatu yang terobsesi dengan kuda dan gagap bila sedang antusias terhadap sesuatu atau ketika gugup.
Ketiganya dalam kisah persahabatan yang terjalin dari kecil sampai mereka bersekolah di SMA Negeri Bukan Main, SMA pertama yang berdiri di Belitung bagian timur. Bersekolah di pagi hari dan bekerja sebagai kuli di pelabuhan ikan pada dini hari, dari ketagihan mereka menonton film panas di bioskop dan akhirnya ketahuan guru mengaji mereka , perpisahan Jimbron dengan ikal dan Arai yang akan meneruskan kuliah di Jakarta yang akhirnya membuat mereka berdua terpisah tetapi tetap akan bertemu di Perancis. Hidup mandiri terpisah dari orang tua dengan latar belakang kondisi ekonomi yang sangat terbatas namun punya cita-cita besar , sebuah cita-cita yang bila dilihat dari latar belakang kehidupan mereka, hanyalah sebuah mimpi.

SINOPSIS EDENSOR
Edensor mengambil setting di luar negeri saat tokoh-tokoh utamanya, Ikal dan Arai mendapat beasiswa dari Uni Eropa untuk kuliah S2 di Perancis. Dalam Edensor, Andrea tetap dengan ciri khasnya, menulis kisah ironi menjadi parodi dan menertawakan kesedihan dengan balutan pandangan intelegensia tentang culture shock ketika kedua tokoh utama tersebut yang berasal dari pedalaman Melayu di Pulau Belitong tiba-tiba berada di Paris. Mimpi-mimpi untuk menjelajah Eropa sampai Afrika dan menemukan keterkaitan yang tak terduga dari peristiwa-peristiwa dari masa lalu mereka berdua.Dan pencarian akan cinta sejati menjadi motivasi yang menyemangati penjelajahan mereka dari bekunya musim dingin di daratan Rusia di Eropa sampai panas kering di gurun Sahara.

SINOPSIS MARYAMAH KARPOV
Buku ini berkisah tentang kisah pencarian A Ling yaitu cinta sejati Andrea Hirata(Ikal) walaupun akhirnya tidak terlalu bahagia. Pada bagian awal buku ini diceritakan kisah Ikal yang telah lulus dari Universitas Sorbonne, Farewell Party-nya di Prancis juga pada saat Ikal sampai di Belitong. Pada saat sampai di Belitong, Ikal naik bus dan bertemu kembali dengan tokoh yang dulu pernah membantunya. Lalu pada kisah selanjutnya, ada kisah penyambutan Ikal di kampungnya. Dan di Belitong akan kedatangan dokter gigi dari Jakarta. Pada kisah selanjutnya diceritakan tradisi-tradisi orang Belitong (Melayu, orang sawang, orang besarung, Khek, Hokian, dsb) yaitu merubah-rubah nama orang juga taruhan di Warung Kopi (Warung Kopi yang terkenal adalah Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi). Juga diceritakan kisah Arai yang akhirnya menikah dengan Zakiah Nurmala. Diceritakan pula kisah Ikal sakit gigi lalu disuruh dan dipaksa-paksa oleh Kepala Kampung yaitu Ketua Karmun untuk pergi ke dokter gigi baru dari Jakarta.
Mulai pada kisah selanjutnya dan Inti dari buku ini, pencarian A Ling. Awalnya diceritakan dibuku ini ada beberapa orang yang ditemukan mati di tengah laut. Dan kemungkinan mereka adalah salah satu kunci untuk pencarian A Ling karena mereka masih berhubungan keluarga dengan A Ling. Lalu Ikal memutuskan untuk membuat perahu untuk berlayar mencari A Ling yang kemungkinan hilang di gugusan kepulauan Batuan. Ikal pun bertemu kembali dengan sahabat-sahabat Laskar Pelanginya juga teman-teman Societeit de Limpai. Ikal bertemu kembali dengan Lintang, Mahar, Samson, Syahdan, Sahara, Trapani, Harun, A Kiong, Flo, Juga Kucai.
Dengan bantuan teman-temanya -apalagi Lintang dan Mahar yang banyak membantu Ikal membuat kapal- Ikal dapat membuat kapal tepat waktu. Pada masa pembuatan perahu, Ikal juga belajar bermain Biola Nurmi yaitu anak Mak Cik Maryamah. Akhirnya perahu pun jadi dan diberi nama Mimpi-Mimpi Lintang. Ikal, Mahar, Chung Fa dan Kalimut pun berlayar. Mereka bertemu Tuk Bayan Tula, dulu siapa tahu A Ling disekap Tuk Bayan Tula. Mereka juga bertemu seseorang bernama Dayang Kaw yang memberitau bahwa mungkin A Ling ada di Batuan dan disekap oleh sebuah Lanun bernama Tambok. Akhirnya, A Ling ditemukan di Batuan, dan mereka akhirnya bisa pulang. Sesampainya di Belitong, Ikal dipaksa lagi untuk ke dokter gigi dan Ikal mau. Padahal ada orang yang sudah bertaruh bahwa Ikal tidak akan pernah ke dokter gigi.

Pengaturan Penulisan ‹ tolipaliarto — WordPress


Pengaturan Penulisan ‹ tolipaliarto — WordPress.

<!– /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:”Times New Roman”; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} –>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”;
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}

cukilan….

Wajahnya tidak lagi tegar seperti kemarin sore. Wajahnya layu, tidak sehebat kemarin saat berjalan di pematang sawah bersama gerimis hujan. Wajah ayu itu sudah terhalang ilalang kering, saat emaknya berkata, “kamu tidak boleh menikah dengan Paijo!”. Semua ambruk, luluh lantak tertimpa bahasa emak. Hati jadi mati mengalir hilang di bawah amben. Kamar ini sudah rapat, tertutup semenjak kata-kata itu menggelegar di telinganya. membakar di sore hari yang mendung. Secuil sabar menggelayut seakan mau copot. Apakah mendung selalu menutup langit biru nan megah? Apakah kekasihku akan raib di terpa badai? Sungguh hati remuk. Bergetar retak. Berteriak memanggil garis hati, tetapi hanya bisu yang ada disana, yang kini putus tanpa aba-aba.

Ketela panas dan malam. Sebagai peramu setiap malam menjelang tidur. Emak menunggu perempuan kebaya batik di kursi kayu sengon reot. Dua nyamuk sudah berkeliaran di sekitar tubuh emak. Tapi tidak berani untuk mendekat lagi. Karena tangan emak sudah siap untuk menamparnya. Kabur. Keduanya berlari di bawah meja. Berguling-guling seperti sedang bulan madu.

“Nok!!”. Emak tidak sabar menunggu perempuannya.

Kelambu kamar tersibak oleh tangan kuningnya. Perempuan seusianya sudah tidak pantas bila rambut masih selalu terkepang dua. Apalagi usia dua puluh enam, adalah usia penuh komentar oleh para orang di Tanah Kembang Sari ini. Sudah waktunya rambut itu terurai bak langit biru di siang hari. Tetapi hingga malam ini masih nampak erat terikat menjadi dua belahan. Menunduk. Lesu. Mendekat emak dan ketela. Perempuan itu sudah tahu apa yang akan dibicarakan emak. Pasti tentang kang Paijo. Yang kemarin sore mengantarnya pulang ke rumah. Mungkin kemarin yang terakhir dia bertandang ke rumah, gara-gara emak melihat tangan kang Paijo yang kasar itu. Tangan hitam yang kekar, dan telapak tangan yang berlapis-lapis, kemudian emak mengusirnya.

“Nok panutan kita telah tiada, pemimpin kita telah mati. Emak tidak mau kamu bernasib sama seperti emak yang seperti sekarang ini. Ditahan, hilangkan pikiran Paijo di otak kamu. Buang jauh-jauh. Dulu emak persis seperti kamu. Emak tidak mendengar nasehat orang tua. Dulu bapakmu orangnya kekar seperti Paijo, semangat bekerja, satu hari bisa mencari berbongkok-bongkok kayu di hutan. Orang tua emak dulu juga tidak merestui hubungan emak, gara-gara bapak tukang pencari kayu. Apalagi dia anak nomor empat dari delapan bersaudara, dan emak anak sulung. Di daerah kita tidak boleh seorang perempuan sulung mendapatkan suami seperti dia. Pantangan Nok! Kamu anak pertama harus mendapatkan suami juga sama seperti kamu. Nanti bisa celaka kamu Nok! Dengar nasehat emak!”…………